Pekan Raya Perpajakan Nasional - Inovasi desain sistem perpajakan untuk masa depan
PPh pasal 21 merupakan cara
pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Pedoman teknis mengenai tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh
pasal 21 diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-16/PJ/2016.
Lebih lanjut, petunjuk umum dan contoh penghitungan pemotongan PPh pasal 21
terdapat pada Lampiran PER-16/PJ/2016. Salah satu klasifikasi pihak penerima
penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 berdasarkan PER-16/PJ/2016 adalah bukan
pegawai. Bukan pegawai yang dimaksud meliputi dokter, sebagai tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas, dan petugas dinas luar asuransi.
gambar 1 |
Akan tetapi, penulis merasa
terdapat ketidakadilan pada contoh penghitungan pemotongan PPh pasal 21 bukan
pegawai bersifat berkesinambungan yang terlampir pada Lampiran PER-16/PJ/2016. Pada
Lampiran PER-16/PJ/2016, dicontohkan penghitungan PPh pasal 21 atas jasa dokter
yang praktik di rumah sakit atau klinik dan komisi yang dibayarkan kepada
petugas dinas luar asuransi (bukan sebagai pegawai perusahaan asuransi).
Ketidakadilan yang dirasakan penulis terdapat pada DPP (Dasar Pengenaan Pajak).
PPh pasal 21 atas jasa dokter menggunakan DPP 50% dari jasa dokter yang dibayar
pasien, sedangkan PPh pasal 21 atas
komisi yang dibayarkan kepada petugas dinas luar asuransi (bukan sebagai
pegawai perusahaan asuransi) menggunakan DPP 50% dari penghasilan bruto.
Penghasilan bruto yang menjadi DPP petugas dinas luar asuransi tersebut jika
ditelisik pada halaman sebelumnya lampiran PER-16/PJ/2016 merupakan komisi
agen.
gambar 2 |
Perbedaan Dasar Pengenaan Pajak ini
lebih menguntungkan petugas dinas luar asuransi. Mengapa demikian? Dasar
Pengenaan Pajak untuk dokter adalah jumlah uang yang dibayar oleh pasien atas jasa
dokter kepada rumah sakit atau klinik. Akan tetapi jumlah uang yang dibayar
oleh pasien atas jasa dokter tersebut atau yang menjadi DPP dalam pemotongan
PPh pasal 21 atas jasa dokter tidak semuanya menjadi penghasilan bagi dokter
yang bersangkutan. Penghasilan yang diterima oleh dokter atas jasa dokter
adalah sebesar uang yang dibayarkan pasien atas jasa dokter kepada rumah sakit
dikali persentase sesuai perjanjian antara rumah sakit dan dokter. Sedangkan
DPP pemotongan PPh pasal 21 atas komisi agen petugas dinas luar asuransi adalah
jumlah uang yang benar-benar diterima oleh agen asuransi. Wirawan (dalam
Sutrisno , 2018 : 39) menjelaskan bahwa komisi adalah upah yang diberikan
kepada pegawai berdasarkan persentase dari kinerjanya. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian, perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah wajib
membayarkan imbalan jasa ( komisi ) keperantaraan kepada Agen asuransi segera
setelah menerima premi atau kontribusi.
Dari
penjelasan diatas, didapatkan ekuivalensi premi atau kontribusi yang diterima
perusahaan asuransi ekuivalen dengan jasa dokter yang dibayar pasien kepada
rumah sakit (DPP pemotongan PPh pasal 21 atas jasa dokter). Disisi lain, komisi
agen (DPP pemotongan PPh pasal 21 petugas dinas luar asuransi) ekuivalen dengan
jasa dokter dikali persentase tertentu sesuai perjanjian atau jumlah yang
menjadi penghasilan dokter.
gambar 3 |
Menurut
penulis, perbedaan DPP ini sebaiknya dibenahi demi keadilan sistem pemotongan
pajak kedepannya. DPP PPh pasal 21 adalah penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Sehingga yang seharunya menjadi DPP pemotongan
PPh pasal 21 atas jasa dokter adalah jumlah yang telah dikalikan persentase
berdasarkan perjanjian. Dokter dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan
neto (NPPN) untuk menghitung PPh tahunan di SPT tahunan. Meskipun PPh pasal 21
yang telah dipotong dapat diperhitungkan dalam SPT tahunan, akan tetapi terjadi
ketidakadilan terkait nilai waktu dari uang (time
value of money). Semoga hal ini mendapat perhatian kedepannya.
Sumber gambar
Nice kakk
BalasHapusterimakasih ya
Hapus