Empat Perenam

pict by : rosa
pict by rosa


Matur nuwun kepada diri sendiri karena telah berjalan sejauh ini, menuju penyelesaian atas apa yang sudah dimulai dua tahun yang lalu. 


Matahari kala itu terik sekali. Dia berjalan loyo pulang ke kostnya setelah kelas manajemen siang itu. Di pikirannya terngiang nilai kuis yang menurutnya tidak bagus, buruk. Dengan sempoyongan, melepas sepatu, membuka kunci kamar.

Brukkk!!!

Tanpa melepas hem putihnya, ia rebahkan badannya. Satu menit, dua menit... Ia mencari gawai yang ada di dalam totebagnya. Matanya sudah berkaca-kaca. Ia mencari sebuah nama dalam smartphonenya. Kira-kira setelah tiga kali berdering, terdengar suara dari seberang

"Halo, kenapa nur?"

"Halo, wim.."


hening


"Kenapa?"


Diceritakanlah perkara nilai kuis yang menurutnya buruk itu. Sudah dapat ditebak, dia mendapatkan saran untuk menenangkan diri dan belajar lebih giat lagi. Tapi bukan itu poinnya. Terucap sebuah kalimat dari seberang telepon :

"Nur, aku bisa lanjut tiap semester aja udah bersyukur banget. Aku gak berharap yang tinggi-tinggi, cukup bisa lulus dari kampus ini dan beliin orang tuaku tegalan*"


hening


Kawan, kadang kita terlalu menangisi hal kecil, hingga lupa ada banyak hal besar yang masih bisa kita syukuri. Nilai kuis yang jelek, ip yang pas-pasan. Hingga lupa, bahwa bisa melanjutkan pendidikan di kampus ini saja adalah kesempatan yang luar biasa. Dan kalian masih dipercaya Tuhan untuk mendapatkan kesempatan itu. Sekali lagi, sekali lagi, hingga kita wisuda nanti. Amiin


Percayalah, dirimu di masa lalu jika melihat dirimu yang sekarang pasti sudah sangat bangga.




*tegalan : tanah kosong yang biasanya ada tanaman-tanaman liar

Komentar