“Negara ini kebanyakan ngutang”
“Percuma bangun insfrastruktur tapi dari duit ngutang”
“Harga naik pasti gara-gara kebanyakan utang”
Begitulah kicauan masyarakat awam seputar utang Negara. Kata ‘utang’ sepertinya hanya menimbulkan konotasi negatif. Apakah benar begitu? Mari kita kupas
1. Mungkinkah Indonesia hidup tanpa utang ?
2. Bagaimana posisi utang Indonesia? Apakah membahayakan?
3. Angka unik pengontrol utang
Dalam APBN terdapat angka unik yang dinamakan keseimbangan primer. Keseimbangan primer adalah salah satu alat yang bertujuan melihat keberlanjutan fiskal.
4. Selain menutup defisit, apakah utang diperlukan ?
Saya sebagai penulis memiliki beberapa saran, diantaranya :
a. Jangan abaikan Debt to Service Ratio atau DSR.
Metode penentuan rasio utang yang secara luas digunakan memang Debt to GDP Ratio, akan tetapi jangan mengabaikan Debt to Service Ratio (DSR). DSR adalah jumlah utang ditambah bunga jatuh tempo, dibagi angka besaran ekspor. Pemerintah sebaiknya turut serta menjaga agar rasio utang tetap aman baik melalui Debt to GDP Ratio atau Debt to Service Ratio.
b. Coba cara lain, yuk!
Ada banyak metode pembiayaan, coba untuk tidak melulu terpaku pada utang, apalagi utang luar negeri. Sebaiknya Pemerintah mencoba memanfaatkan CSR swasta dalam negeri. Menurut saya ini cukup potensial mengingat banyak sekali sektor swasta berkembang di Indonesia.
Bisa juga mengadaptasi cara yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta yang menerapkan denda gedung bertingkat yang melanggar SLF (Sertifikat Laik Fungsi). Uang yang terkumpul dari hasil denda SLF ini bahkan dapat digunakan untuk membangun infrastruktur yang cukup keren : Simpang Susun Semanggi
Dengan mengadaptasi cara tersebut, Pemerintah selain mendapatkan dana juga sebagai regulator. Misalnya untuk kasus yang sedang trending yaitu meningkatnya polusi udara di Ibu Kota. Pemerintah dapar menetapkan sanksi kepada kendaraan yang menghasilkan emisi melebihi batas tertentu, sanksi terhadap masyarakat yang melakukan pembakaran sampah, atau mengharuskan perusahaan untuk memiliki taman penangkal polusi.
c. Prioritaskan kreditur dalam negeri
Berkaca pada Negri sakura, Jepang, yang memiliki banyak utang tetapi tetap aman karena krediturnya berasal dari dalam negeri. Kendala yang mungkin timbul jika Indonesia mengandalkan kreditur dalam negeri adalah kurangnya dana. Akan tetapi justru ini adalah tantangan menarik bagi Pemerintah. Karena jika Pemerintah mampu menyelesaikan permasalahan ini, maka Pemerintah juga akan menyelesaikan dua permasalahan besar di negeri ini : pembiayaan proyek dan partisipasi investasi masyarakat.
Saya mengapresiasi DJPPR karena saya lihat di media sosial sudah banyak menerbitkan berbagai sukuk tabungan dengan beragam seri, SBR, sukuk ritel, dan lain-lain. Menariknya DJPPR kini melibatkan kaum muda millenials untuk berinvestasi dan turut berpartisipasi dalam memberikan pinjaman kepada Pemerintah. Semoga ini dapat terus dikembangkan dan semoga saran saya dapat membantu serta DJPPR semakin maju.
“Percuma bangun insfrastruktur tapi dari duit ngutang”
“Harga naik pasti gara-gara kebanyakan utang”
Sumber : @amazing_jakarta |
Begitulah kicauan masyarakat awam seputar utang Negara. Kata ‘utang’ sepertinya hanya menimbulkan konotasi negatif. Apakah benar begitu? Mari kita kupas
1. Mungkinkah Indonesia hidup tanpa utang ?
Utang merupakan konsekuensi dari postur APBN yang defisit. Defisit yaitu kondisi dimana belanja Negara lebih besar daripada penerimaan Negara. Utang termasuk penerimaan bukan pendapatan, atau penerimaan pembiayaan, yaitu penerimaan yang wajib dibayar kembali oleh Pemerintah dan bukan merupakan penambah nilai kekayaan bersih. Jadi selama postur APBN Indonesia defisit, tidak mungkin Indonesia hidup tanpa utang.
Sumber : https://www.kemenkeu.go.id/apbn2019
Lantas, mengapa Pemerintah tidak menyusun APBN yang imbang atau bahkan surplus?
Pemerintah bisa saja menyusun APBN surplus maupun imbang. Tetapi, perkembangan akan berjalan lambat, pembangungan infrastruktur lambat, pertumbuhan ekonomi lesu. Ibaratnya saja kita ingin membeli rumah, padahal gaji kita satu bulan hanya 5 juta misalnya, dengan harga rumah 200 juta. Apakah kita harus menabung selama beberapa tahun untuk bisa membeli rumah? Padahal setelah beberapa tahun dan terkumpul 200 juta, harga rumah pasti sudah melambung naik. Oleh sebab itu mayoritas orang akan memilih untuk mencicil atau KPR (Koperasi Perumahan Rakyat), begitu juga negeri ini. Jika utang merupakan solusi yang ada, mengapa tidak?
Bagaimana jika Negara bangkrut karena kebanyakan utang? Seperti Yunani misalnya, apakah Negara mampu melunasi utang-utangnya?
Sebelum melakukan utang, Pemerintah melakukan prosedur-prosedur sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Pemerintah mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
a. Kebutuhan riil pembiayaan
b. Kemampuan membayar kembali
c. Batas maksimal kumulatif utang
d. Kapasitas sumber utang
e. Risiko utang
Kembali lagi bahwa utang merupakan konsekuensi dari postur APBN yang defisit. Agar utang tidak menumpuk dan masih dalam jumlah aman Negara mampu membayar, terdapat pembatasan defisit. Jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3% PDB tahun yang bersangkutan. Sedangkan jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dibatasi tidak melebihi 60% PDB yang bersangkutan.
Pembiayaan tidak jarang dilakukan di dunia internasional. Pembiayaan dilakukan karena terjadi kekurangan dana sedangkan pertumbuhan ekonomi harus tetap tumbuh pesat. Uniknya Negara-negara dengan rasio utang terbesar di dunia justru didominasi oleh Negara-negara maju
Pembiayaan tidak jarang dilakukan di dunia internasional. Pembiayaan dilakukan karena terjadi kekurangan dana sedangkan pertumbuhan ekonomi harus tetap tumbuh pesat. Uniknya Negara-negara dengan rasio utang terbesar di dunia justru didominasi oleh Negara-negara maju
3. Angka unik pengontrol utang
Dalam APBN terdapat angka unik yang dinamakan keseimbangan primer. Keseimbangan primer adalah salah satu alat yang bertujuan melihat keberlanjutan fiskal.
Keseimbangan
primer = Pendapatan – (Belanja Total – Belanja Bunga)
|
Agar posisi utang dapat terjaga dalam keseimbangan
jangka panjang, maka nilai keseimbangan primer ini harus dijaga setidaknya
mendekati 0. Jika angka keseimbangan primer positif, artinya posisi utang akan
berkurang seiring waktu.
Apakah utang mempunyai manfaat lain selain
menutup defisit? Tentu saja!
Instrumen utang pemerintah ada 2, yaitu
pinjaman dan SUN & SBSN / Sukuk Negara. Manfaat lain utang pemerintah adalah
mendukung upaya untuk menciptakan pasar surat berharga Negara yang aktif,
dalam, dan likuid. Pengelolaan SUN juga diharapkan dapat mendukung pengembangan
pasar SUN. Dengan pasar surat berharga yang stabil akan menarik banyak investor sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
5. Gagasan untuk Indonesia kedepannya ?
Saya sebagai penulis memiliki beberapa saran, diantaranya :
a. Jangan abaikan Debt to Service Ratio atau DSR.
Metode penentuan rasio utang yang secara luas digunakan memang Debt to GDP Ratio, akan tetapi jangan mengabaikan Debt to Service Ratio (DSR). DSR adalah jumlah utang ditambah bunga jatuh tempo, dibagi angka besaran ekspor. Pemerintah sebaiknya turut serta menjaga agar rasio utang tetap aman baik melalui Debt to GDP Ratio atau Debt to Service Ratio.
Sumber : www.misterexportir.com |
b. Coba cara lain, yuk!
Ada banyak metode pembiayaan, coba untuk tidak melulu terpaku pada utang, apalagi utang luar negeri. Sebaiknya Pemerintah mencoba memanfaatkan CSR swasta dalam negeri. Menurut saya ini cukup potensial mengingat banyak sekali sektor swasta berkembang di Indonesia.
Sumber : @amazing_jakarta |
Bisa juga mengadaptasi cara yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta yang menerapkan denda gedung bertingkat yang melanggar SLF (Sertifikat Laik Fungsi). Uang yang terkumpul dari hasil denda SLF ini bahkan dapat digunakan untuk membangun infrastruktur yang cukup keren : Simpang Susun Semanggi
Sumber : @amazing_jakarta |
Dengan mengadaptasi cara tersebut, Pemerintah selain mendapatkan dana juga sebagai regulator. Misalnya untuk kasus yang sedang trending yaitu meningkatnya polusi udara di Ibu Kota. Pemerintah dapar menetapkan sanksi kepada kendaraan yang menghasilkan emisi melebihi batas tertentu, sanksi terhadap masyarakat yang melakukan pembakaran sampah, atau mengharuskan perusahaan untuk memiliki taman penangkal polusi.
c. Prioritaskan kreditur dalam negeri
Berkaca pada Negri sakura, Jepang, yang memiliki banyak utang tetapi tetap aman karena krediturnya berasal dari dalam negeri. Kendala yang mungkin timbul jika Indonesia mengandalkan kreditur dalam negeri adalah kurangnya dana. Akan tetapi justru ini adalah tantangan menarik bagi Pemerintah. Karena jika Pemerintah mampu menyelesaikan permasalahan ini, maka Pemerintah juga akan menyelesaikan dua permasalahan besar di negeri ini : pembiayaan proyek dan partisipasi investasi masyarakat.
Saya mengapresiasi DJPPR karena saya lihat di media sosial sudah banyak menerbitkan berbagai sukuk tabungan dengan beragam seri, SBR, sukuk ritel, dan lain-lain. Menariknya DJPPR kini melibatkan kaum muda millenials untuk berinvestasi dan turut berpartisipasi dalam memberikan pinjaman kepada Pemerintah. Semoga ini dapat terus dikembangkan dan semoga saran saya dapat membantu serta DJPPR semakin maju.
Komentar
Posting Komentar